Tegar di Atas Jalan Kebahagiaan (Bag. 2)

Sedang Trending 7 bulan yang lalu

Mengenal Allah Ta’ala

Tentang tanggungjawab hamba untuk mengenal Rabbnya, renungkanlah firman Allah Ta’ala berikut,

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الأرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الأمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Allahlah nan telah menciptakan tujuh langit dan demikian pula dengan bumi. Perintah Allah bertindak di antara keduanya, agar kalian mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya pengetahuan Allah betul-betul meliputi segala sesuatu.” [1]

Maka, pada ayat ini, Allah Ta’ala menyampaikan kepada segenap hamba bahwa tujuan pembuatan langit dan bumi beserta segala ketetapan nan belaku di antara keduanya adalah agar hamba tersebut mengenal Allah. Rabb nan telah menciptakan dirinya beserta seluruh makhluk selainnya. Maka, sudah sepatutnya seorang hamba mencari tahu siapakah Allah dan seperti apa Dia Subhanahu Wa Ta’ala?

Pengetahuan umum tentang Allah, bisa diperoleh seorang hamba melalui tafakkur terhadap ayat-ayat kauniyah alias melalui ciptaan-ciptaan-Nya. Bahwasanya segala kerumitan, kompleksitas, dan keragaman nan ada pada makhluk, dari tingkatan atom, molekul, sel, organisme hidup, bumi, langit, dan seluruh alam semesta, menunjukkan bahwa keberadaan mereka tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Mereka tidak mungkin muncul secara tiba-tiba dan tidak mungkin menciptakan diri mereka sendiri. Pasti ada Intelligent Design (perancangan cerdas) di kembali segala perihal nan mengada. Ada Zat Yang Mahasempurna pengetahuan dan kuasanya nan telah menciptakan mereka. Dan bahwasanya Zat itu pasti tunggal dan Maha Esa (Al-Ahad). Karena jika dia berbilang, tentu para pembuat itu bakal saling tanding menghasilkan buatan terbaik jenis mereka masing-masing, dan terjadilah kehancuran bumi akibat peperangan mereka [2]. Namun, Mahasuci Allah dari nan demikian. Buktinya, bumi ini tetap tegak tanpa abnormal sedikit pun. Dia, Allah Ta’ala, sangat jauh dari apa nan disangkakan oleh manusia nan lemah dan terbatas daya nalarnya.

Adapun pengetahuan rinci tentang Allah, dan ini hanya didapatkan sebagian mini saja, tentu kudu diambil dari ayat-ayat qauliyah. Melalui apa nan Dia sampaikan sendiri kepada hamba-Nya melalui kitab-Nya. Yakni, melalui Al-Qur’an nan Mulia. Karena tidak ada nan lebih mengenal diri-Nya, selain Dia sendiri ‘Azza wa Jalla. Begitu juga, berita tentang-Nya dapat diperoleh melalui sabda Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, ialah melalui hadis-hadis nan sahih. Karena dialah hamba nan paling dekat dengan-Nya dan beliau mendapatkan pengetahuan langsung tentang Rabb-Nya dari-Nya sendiri ‘Azza wa Jalla. Selain itu, makrifat tentang Allah ini kudu diambil sesuai dengan  pemahaman para salaf, ialah para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Karena kepada merekalah Al-Qur’an turun dan kepada mereka jugalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berbincang secara langsung.

Di antara pengetahuan nan disarikan dari kedua sumber tersebut adalah bahwa Allah Ta’ala adalah Zat nan azali nan tidak bermulai dan tidak berakhir. Dialah Al-Awwal dan Al-Akhir [3]. Di suatu masa, setelah menciptakan ‘Arsy sebagai makhluk pertama [4], kemudian Allah menciptakan sang pena dan memerintahkannya untuk menuliskan seluruh kejadian pada makhluk dari awal hingga akhir, di dalam sebuah kitab nan terjaga, lauhul mahfudz [5]. Lima puluh ribu tahun setelah itu, Allah kemudian menciptakan tujuh lapis langit beserta bumi dalam enam masa [6]. Begitu juga Allah ciptakan kursi, surga, neraka, malaikat, jin, manusia, hewan, dan seluruh nan ada. Dialah Allah, Rabb semesta alam. Segala sesuatu selain Dia adalah makhluk. Dan segala sesuatu selain dia adalah fana.

Dialah Zat nan mempunyai nama-nama nan terindah (asma’ul husna) [7] dan sifat-sifat nan Mahasempurna dan Mahatinggi (sifatul ‘ulya) [8]. Dan inilah poros, sumber, serta karena asal muasal segala sesuatu. Seluruh buatan dan kejadian nan menimpa makhluk adalah pengejawantahan dari seluruh sifat-sifat nan Dia Subhanahu wa Ta’ala miliki [9].

Dialah Yang Maha Pencipta (Al-Khaliq), maka seluruh makhluk menjadi ada. Dialah nan Maha Menguasai (Al-Qadir) dan Maha Mengatur lagi Maha Memelihara (Al-Muhaimin), sampai-sampai matahari, bumi, bulan, dan planet-planet nan beredar di orbitnya serta berputar pada porosnya, tidak bergeser sedikitpun darinya. Semuanya atas pengaturan dan kuasa Yang Maha Merajai (Al-Malik). Dialah Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang) nan kebaikan-kebaikan-Nya dinantikan seluruh makhluk, baik ikan-ikan di kedalaman lautan, burung-burung di awang-awang, hingga semut-semut nan berbiak di bawah permukaan tanah.

Dialah Al-Bashir (Yang Maha Melihat), As-Sami’ (Yang Maha Mendengar), dan Al-Mujib (Yang Maha Mengabulkan) nan mengijabah angan hamba-Nya nan berada di tiga lapis kegelapan [10]. Dialah Al-Ghafur (Yang Maha Pengampun) dan At-Tawwab (Maha Menerima tobat) nan kepada-Nya manusia nan lengah dan lemah bermaksiat. Bahkan, kegembiraan Allah terhadap tobat hambanya melampaui kegembiraan seorang pengelana nan kehilangan tunggangannya, kemudian tiba-tiba tunggangan itu muncul di hadapannya setelah dia kehilangan angan dan berputus asa [11]. Seorang hamba nan datang mendekat kepada-Nya sembari berjalan, maka Dia bakal menghampiri dan menyambut hamba-Nya dalam keadaan berlari [12].

Sungguh Dialah Rabb Yang Mahabaik (Al-Barr) nan kebaikannya tidak bisa Anda hitung dan tidak bisa pula Anda rinci. Dialah Yang Mahakaya (Al-Ghani) nan tidak memerlukan rezeki, ibadah, pujian, dan ketaatan hamba-Nya. Bahkan, merekalah nan butuh kepada rahmat dan kasih sayang-Nya. Dan, jika seluruh makhluk berkumpul untuk menghitung nikmat nan diberikan kepada mereka, niscaya mereka tidak bakal bisa menghitungnya [13].

Begitu pula pengetahuan dan pengetahuan Allah, sempurna dari segala sisinya. Dialah Al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui) dan Al-Khabir (Yang Maha Mengetahui hingga nan rinci) nan ilmunya mencakup nan nampak maupun nan tersembunyi, serta nan dunia maupun nan detail. Mengetahui apa nan telah terjadi, nan sedang terjadi, dan nan bakal terjadi. Bahkan dia mengetahui segala nan tidak terjadi jika dia terjadi. Pengetahuannya meliputi segala perihal dan tidak berbatas [14].

Sungguh, Dialah Al-Kabir (Yang Mahabesar). Ia ciptakan manusia dari tanah dan mani nan buruk [15], kemudian dia tempatkan mereka sebagai khalifah di atas permukaan bumi [16], di langit lapis pertama. Kemudian, langit pertama ini diliputi oleh langit kedua, nan jarak antara keduanya sejauh 500 tahun perjalanan. Begitu juga langit ketiga, langit keempat, hingga langit ketujuh, saling melingkupi satu sama lain, nan jaraknya masing-masing juga 500 tahun perjalanan. Kemudian tujuh langit ini diliputi oleh kursi Allah [17]. Yang perbandingannya seperti cincin dilemparkan di atas padang pasir.

Begitu juga kursi Allah diliputi oleh ‘Arsy-Nya, nan perbandingannya juga seperti cincin nan dilemparkan di atas padang pasir [18]. ‘Arsy inilah makhluk-Nya nan paling besar, nan dipikul oleh delapan malaikat [19]. Dan salah satu malaikat pemikul ‘Arsy, jarak antara daging telinga dengan pundaknya sejauh tujuh ratus tahun perjalanan [20]. Dan Allah tentu jauh lebih besar dibandingkan semua ini. Dan dia ber-istiwa di atas ‘Arsy [21], di atas semua makhluk-Nya. Dialah  Allah, Rabb Yang Mahaagung lagi Mahabesar. Sementara Anda hanyalah debu dan atom di antara makhluk-makhluk-Nya nan ada.

Maka, apa nan baru Anda baca, berkisar pada dua dari tiga jenis tauhid nan biasa dibicarakan oleh para ulama, ialah tauhid asma wa shifat dan tauhid rububiyah. Pengenalan seorang hamba pada dua jenis tauhid ini berbanding lurus dengan kecintaan dan ketundukannya kepada Rabb-Nya. Semakin dia mengenal Rabb-Nya, maka dia bakal semakin taat, semakin khusyuk, semakin berharap, dan semakin cinta kepada-Nya, sekaligus semakin takut bakal murka dan siksa-Nya. Sikap ini kemudian bakal melahirkan penghambaan diri nan sejati berupa ibadah kepada Allah saja, nan merupakan tujuan kedua pembuatan seorang hamba.

Kembali ke bagian 1 Bagian 3 bersambung, insyaallah

 ***

Disarikan pada Malam 20 Ramadhan 1444 H

Di bawah langit kota Yogyakarta,

Oleh Al-Faqir nan memerlukan Rahmat dan pembebasan dari Rabb-Nya

Penulis: Sudarmono Ahmad Tahir, S.Si., M.Biotech.

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Untuk terjemahan Al-Qur’an dan Hadis, sebagiannya berasas referensi dan tulisan nan ada di website Muslim.or.id, Muslimah.or.id, Rumaysho.com, dan Almanhaj.or.id

[1] QS. Ath-Thalaq ayat 12.

[2] QS. Al-Anbiya ayat 22. Allah Ta’ala berfirman, “Seandainya di langit dan di bumi ada tuhan-tuhan selain Allah, sudah peralatan tentu keduanya itu telah rusak binasa. Maka, Mahasuci Allah nan mempunyai ‘Arsy, dari apa nan mereka sifatkan.”

[3] QS. Al-Hadid ayat 3. Allah Ta’ala berfirman, “Dialah Al-Awwal dan Al-Akhir, Azh-Zhahir dan Al-Bathin. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

[4] HR. Muslim no. 2653. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah telah mencatat takdir setiap makhluk-Nya 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.”

[5] HR. Tirmidzi no. 2155. “Sesungguhnya (makhluk) nan pertama Allah ciptakan (sesudah ‘Arsy) adalah pena, kemudian Allah berfirman, “Tulislah!” Pena bertanya, “Apa nan kudu saya tulis?” Allah kemudian berfirman, “Tulislah takdir segala sesuatu dan kejadian nan terjadi padanya selamanya!” (Syekh Al-Albani mengatakan bahwa sabda ini sahih).

[6] QS. Hud ayat 7. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Dialah nan menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah ‘Arsy-Nya (sebelum itu) di atas air.”

[7] QS. Al-A’raf ayat 180. Allah Ta’ala berfirman, “Milik Allah sajalah nama-nama nan terindah (asmaul husna). Oleh lantaran itu, memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama terindah itu dan tinggalkanlah orang-orang nan menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nantinya, mereka bakal mendapat jawaban terhadap apa nan telah mereka perbuat.”

[8] QS. An-Nahl ayat 60. Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang nan tidak beragama terhadap kehidupan akhirat, mempunyai sifat nan jelek; dan Allah mempunyai sifat nan Mahatinggi; dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

[9] Dalam kitabnya, Fiqh Al-Asma Al-Husna, Syekh Abdurrazzaq menuliskan, “…. bahwasanya seluruh nan ada di alam semesta ini,  dari langit dan bumi, mentari dan bulan, malam dan siang, gunung-gunung, lautan, mobilitas dan diamnya makhluk, semuanya termasuk bagian dari akibat dan pengaruh nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. (Fiqh Al-Asma Al-Husna, hal. 22, karya Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr, Penerbit: Daar At-Tauhid Li-An-Nasyr)

[10] QS. Al-Anbiya ayat 87 . Di dalam ayat nan mulia ini, Nabi Yunus ‘alahis salam nan berada di lapis  kegelapan (kegelapan di dalam perut ikan, di kedalaman lautan, dan tatkala malam nan gulita), bermohon kepada Rabbnya, “Bahwa tidak ada Ilah nan berkuasa disembah, selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya saya termasuk orang-orang nan melakukan zalim.”

[11] HR. Muslim no. 2747. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  “Sesungguhnya kegembiraan Allah terhadap tobat hamba-Nya tatkala dia bertobat kepada-Nya, melampaui kegembiraan seseorang di antara kalian nan berada di atas kendaraannya dan berada di suatu tanah nan luas (gurun pasir), kemudian hewan tunggangannya itu lari meninggalkannya. Padahal pada hewan tunggangannya itu ada perbekalannya, berupa makanan dan minuman. Sampai-sampai dia pun berputus asa.

Setelah itu, dia pergi ke sebuah pohon dan tidur di bawah naungannya dalam keadaan hati nan kehilangan harapan. Tiba-tiba ketika dia dalam kondisi demikian, tunggangannya tampak berdiri di sebelahnya. Kemudian dia mengikatnya. Karena saking gembiranya, maka dia berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan saya adalah Rabb-Mu.’ Ia telah mengucapkan perihal nan salah lantaran sangat bergembira.”

[12] HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675. Di dalam sabda ini, Rasulullah bersabda, “ … Jika dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku bakal datang kepadanya dengan berlari.”

[13] QS. An-Nahl ayat 18. Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika kalian hendak menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak bakal bisa menghitungnya. Sungguh, Allah betul-betul Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

[14] QS. Al-Kahfi ayat 109. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (mencatat) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah (air) lautan itu sebelum lenyap kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (juga).'”

[15] QS. Al-Hijr ayat 26. Allah Ta’ala berfirman, “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam nan diberi bentuk.”

QS. Yasin ayat 77. Allah Ta’ala berfirman, “Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakan dia dari setetes air (mani), maka tiba-tiba dia menjadi penantang nan nyata!”

[16] QS. Al-Baqarah ayat 30. Allah Ta’ala berfirman, “Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang nan bakal membikin kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’” Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa nan tidak Anda ketahui.”

[17] HR. Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhid, hal. 105 dan Al-Baihaqi dalam ‘Al-Asma wa Ash-Shifat, hal. 401. Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Antara langit bumi dengan langit berikutnya mempunyai jarak lima ratus tahun, dan jarak antara masing-masing langit sejauh lima ratus tahun. Antara langit ketujuh dengan kursi mempunyai jarak lima ratus tahun. Sedangkan jarak antara kursi dengan air sejauh lima ratus tahun. Kursi terdapat di atas air, sedangkan Allah berada di atas kursi. Tidak ada dari amal-amal kalian nan tersembunyi bagi-Nya.”

[18] HR. As-Suyuthi dalam Ad-Durul Mantsur, 1: 328. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Demi nan jiwaku berada di tangan-Nya. Tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi itu sangat mini jika dibandingkan dengan kursi Allah, permisalannya seperti cincin nan dilemparkan di atas padang pasir. Sedangkan, ‘Arsy Allah itu jauh lebih besar dibandingkan kursi Allah, permisalannya seperti padang pasir dibandingkan cincin tersebut.”

[19] QS. Al-Haaqqah ayat 17. Allah Ta’ala berfirman, “Dan para malaikat berada di penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat membawa ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka.”

[20] HR. Abu Daud no. 4727. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  “Aku diizinkan untuk menceritakan tentang salah satu malaikat Allah nan memikul ‘Arsy, ialah antara daging telinga dengan pundaknya berjarak sejauh tujuh ratus tahun perjalanan.”

[21] QS. Thaha ayat 5. Allah Ta’ala berfirman, “(Allah) Yang Maha Penyayang beristiwa di atas ‘Arsy.”

Selengkapnya
Sumber Muslim.or.id
Muslim.or.id
Atas