Oleh Asyari Usman
Musyawarah Rakyat (Musra) nan berjalan di Istora Senayan, Minggu (14/5/2023), menunjukkan Presiden Jokowi sangat labil. Dia mengatakan, dirinya bakal membisikkan capres nan diinginkan Musra. Dan musyawarah itu sendiri sangat mungkin dilaksanakan atas komando Jokowi.
Apa nan bisa kita lihat? Pertama, Musra itu menunjukkan bahwa Jokowi tetap belum 100% mendukung Ganjar Pranowo. Mengapa Jokowi tidak seratus persen? Karena dia memperkirakan Ganjar tidak bakal bisa diatur. Ganjar tidak bakal mengikuti kemauan Jokowi jika dia duduk di bangku presiden.
Kedua, pencapresan Ganjar oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri belum lama ini terkesan tidak mengikutsertakan Jokowi meskipun dia diundang menghadiri deklarasi di Istana Batu Tulis, Bogor, itu. Jokowi sangat kecewa.
Itulah lihainya Bu Mega. Dia suruh para kader seniornya, termasuk Trimedia Panjaditan, untuk melecehkan Ganjar. Waktu itu terkesan Bu Mega tidak bakal menjagokan Ganjar. Tapi akhirnya Ketua PDIP itu mendeklarasikan Ganjar sebagai capres.
Dengan langkah seperti ini, Bu Mega mau menunjukkan kepada Jokowi bahwa dialah nan bakal mengatur Ganjar. Bu Mega memang mau mendominasi Ganjar. Bu Mega tak mau terulang lagi posisi Presiden Jokowi nan dikuasai Luhut Panjaitan. Bu Ketum tak mau “Presiden Ganjar” menjadi boneka orang lain. Jokowi jelas terpukul.
Ketiga, inilah nan agaknya mendorong Jokowi membikin skenario baru. Yaitu, memunculkan nama Prabowo Subianto sebagai capres pilihannya. Dengan argumen Prabowo adalah capres hasil Musra, Jokowi mulai melakukan manuver untuk membentuk koalisi nan bakal mencapreskan Prabowo.
Isyarat pertama datang dari pernyataan Partai Amanat Nasional (PAN) hari ini, Selasa (16/5/2023). Pion Jokowi ini, seperti dikatakan Wakil Sekjen Fikri Yasin, bakal menarik support kepada Ganjar. Dukungan ini disampaikan PAN pada akhir Februari 2023 nan waktu itu membikin PDIP marah. Fikri mengindikasikan support kepada Prabowo. Ini pas dengan kemauan Musra nan diduga sebagai rekayasa Jokowi.
Diperkirakan tak lama lagi bakal terbentuk koalisi untuk Prabowo hasil cawe-cawe Jokowi. Gerindra dengan persentase parlemen 12.57% bisa berkoalisi dengan PAN (6.84%) dan Golkar (12.31%) sehingga total menjadi 31.72%. Prabowo tidak mau PKB berkoalisi dengan Gerindra. Kemungkinan PKB (9.69%) ikut mendukung Ganjar berbareng PDIP (19.33%) dan PPP (4.52%) sehingga total persentase menjadi 33.54%.
Tapi, mungkinkah Golkar bisa digiring oleh Jokowi untuk ikut ke Prabowo? Belum tentu. Golkar terkenal selalu lihai bermain dan tak bisa dijadikan boneka. Hari ini (16/5), Ketua DPP PDIP Puan Maharani memberikan isyarat bahwa “Partai Kuning” (Golkar) bakal berasosiasi mendukung Ganjar.
Kalau Golkar ikut Ganjar menjadi kenyataan, maka koalisi untuk mengusung Prabowo hanya tinggal Gerindra dan PAN dengan total persentase 19.41%. Jumlah ini tidak cukup menenuhi “presidential threshold” (PT) 20%. Sehingga, Jokowi kudu memaksa PKB kembali bergabung. Dikatakan “kembali bergabung” lantaran memang selama ini Prabowo dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mencoba menjalin koalisi. Tapi, akhirnya Prabowo tak suka Cak Imin.
Jadi, semakin bergerak peta perkoalisian pilpres 2024. Manuver Jokowi untuk pindah dari Ganjar ke Prabowo seperti ini bisa memberikan pengaruh positif terhadap pecapresan Anies Baswedan.[]
16 Mei 2024
(Wartawan Senior Freedom News)