Eramuslim.com – Banyak pembimbing besar norma di pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin disebut bertindak seolah-olah tidak memahami norma sehingga menyebabkan kepala negara melanggar konstitusi.
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Melki Sedek Huang usai mengeluarkan kritikan keras atas disahkannya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU oleh DPR pada Selasa (21/3).
Melki mengatakan, BEM UI menolak Ciptaker dari tahun 2020 nan awalnya diluncurkan oleh Omnibus Law Ciptaker. Ia mengatakan saat itu, BEM UI menganggap proses pembuatan omnibus law tidak transparan. Selain itu, ia pun disahkan pada malam hari.
“Tetap disahkan malam-malam pun substansinya luar biasa bermasalah. Mengganggu kelestarian lingkungan hidup, menakut-nakuti kesejahteraan kelas pekerja, merampas tanah dengan sektor agraria nan ada di dalamnya, dan nan paling krusial itu tidak menunjukkan keberpihakan sama sekali bagi kesejahteraan rakyat banyak,” ujar Melki kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).
Terkait Perppu Ciptaker, Melki sendiri mengatakan BEM UI menolak pelanggaran konstitusi nan dilakukan Presiden Jokowi.
“Dia dengan mudahnya mengingkari konstitusi, menyampingkan putusan MK, membikin Perppu Cipta Kerja nan sangat jauh dari ketentuan nan ada di konstitusi, dia tidak memenuhi unsur-unsur kegentingan memaksa, dia kemudian membuatnya dengan banget sangat tertutup dan tidak transparan sesuai dengan putusan MK,” ketusnya.
“Padahal putusan MK sudah sangat jelas, dinyatakan bahwa dia kudu diubah dengan proses partisipatif nan sangat bermakna,” sambung Melki.
Jadi, kata Melki, pembentukan Perppu Ciptaker secara umum sangat keliru. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) malah menerapkannya.
“Sederhananya jika BEM UI melihat, banyak sekali guru besar norma di dalam kabinet ini pura-pura tidak mengerti hukum, lampau membikin presiden Jokowi melanggar konstitusi. Sedangkan personil DPR nan ada sekarang ini, personil DPR nan tolol dan tidak mengerti konsep-konsep norma nan betul dalam merancang peraturan negara,” bebernya.
Namun, Melki tak mau membeberkan siapa guru besar norma nan dimaksud. Jadi Melki membiarkan publik menilai.
“Itu biar publik saja nan menilai,” pungkas Melki.