BOCIL’S POLITICAL GAME

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

by M Rizal Fadillah

Dalam Quora.com ditulis tentang sisi lain dari politik ialah sebagai sebuah permainan kepentingan alias “game of interest”.

Lengkapnya :

“Politics is often referred to as ‘game of interest’ because it involves individuals or groups pursuing their own self-interests in order to gain power, influence, or resources. People involved in politics, whether they are politicians, lobbyists, or voters are often motivated by a desire to advance their own benefits or advantages for themselves or their communities”.

Sebenarnya mau menambahkan di samping “to advance their own benefits or advantages for themselves or their communities” juga dengan “or their families”.
Kepentingan family rupanya menjadi krusial lantaran menjadi kejadian politik nan sekarang juga berkembang. Di dekat kita.

Bukan hanya dalam pengajuan calon personil legislatif nan memperlihatkan nama-nama anak dari tokoh-tokoh politik, tetapi nan sangat menyedot perhatian adalah anak alias family Presiden. Ada Gibran dan Kaesang. Keduanya publik menilai sebagai bocil mengingat usia alias pengalaman politik minim lampau “dikatrol abis” sang bapak untuk menjadi tokoh politik alias pejabat publik.

Hakekatnya adalah “bocil’s political game” dalam makna si bocil melakukan permainan politik untuk memperpanjang kekuasaan ayah dan family alias si ayah memainkan si bocil untuk melindungi dirinya pasca lengser. Apapun itu perbuatan Jokowi dan bocil adalah kegoblokan dan kenekatan, kedunguan dan kepanikan. Bayangan mengerikan ke depan rupanya diantisipasi dengan kepercayaan diri berbasis ilusi. Politik dinasti.

Jokowi sedang berupaya keras untuk bunuh diri. Bocil’s political game adalah permainan berbahaya. Jika ini menjadi pilihan maka itu tanda permainan Jokowi dalam politik memang mendekati “game over”. Hanya si picik dan penjilat nan tetap terus berupaya menempel erat pada Jokowi. Sekelas pendukung berat Denny Siregar dan Gunawan Mohamad saja sudah mulai berontak.

Sebenarnya sejak awal menjabat masyarakat sudah menilai bahwa Jokowi bukan orang nan layak untuk duduk di Istana. Akan tetapi “game of interest” lingkaran dalamnya nan membikin seolah-olah Jokowi itu kuat. Meskipun demikian sekarang di ujung kehidupan semakin nampak wajah original dari kekumuhan kapabilitasnya tersebut.

Sebagai pedagang nan bertransaksi apapun Jokowi adalah pedagang ulung. Semua aset sudah terjual dan nan tersisa hanya anak-anaknya. Nampaknya Jokowi sudah pada tahap untuk terpaksa menjual kedua bocil itu. Demi mempertahankan hidup dengan nafas nan terasa semakin sesak. Kini dia tetap menunggu putusan Mahkamah Keluarga nan tetap menimbang bakal kesiapan untuk mau alias tidak menjadi pemasok dari penjualan.

Bocil nan satu sedang menunggu putusan Mahkamah Keluarga, sementara Bocil lain sedang mendagangkan sang Bapak. Sebagai Ketum PSI iklan Kaesang bertebaran dimana-mana. Foto Jokowi ikut terpampang dengan semboyan “PSI Partai Jokowi”, “PSI tegak lurus Jokowi” hingga “Jokow15me”. Bocil memang sedang berdagang.

Agak terbelalak mata membaca “Jokowisme”. Kok ada faham Jokowi ? Bagaimana prinsip alias aliran Jokowi itu nan patut menjadi sebuah “isme” dan diteladani ? Ada ataukah mengada-ada ? Bagi sebagian masyarakat kritis ketika mendengar Jokowi nan terbayang adalah bohong, mencla-mencle, plonga-plongo, ngeles alias hutang dan berhala investasi. Kurang khidmah pada kepercayaan serta hormat budaya secara proforma. Semata pakaian.

Jika keburukan menjadi “isme” maka perihal seperti itulah nan semestinya dieliminasi apalagi ditumpas. Jadi Jokowisme adalah sesuatu nan jelek dan terlarang. Bukan perihal mustahil ketika rumpun larangan “isme” menjadi bertambah maka ke depan di samping Liberalisme dan Sekularisme juga ada Marxisme-Leninisme dan Jokowisme sebagai faham nan terlarang.

Bocil’s political game menjadi mainan politik dari kepentingan anak-anak, kekanak-kanakan, dan bapak nan menggendong anak. Basis dan motivasinya hanya demi untung diri, kelompok, dan keluarganya sendiri.

“motivated by desire to advance their own benefits or advantages for themselves or their communities or their families”.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 14 Oktober 2023

Selengkapnya
Sumber Eramuslim.com
Eramuslim.com
Atas